Minggu, 29 September 2024

INFORMASI :

SELAMAT DATANG WEBSITE DESA BANJURPASAR KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN

Budaya Memetri Bumi, Wayangan dan Memotong kerbau di Desa Banjurpasar

Budaya Memetri Bumi, Wayangan dan Memotong kerbau di Desa Banjurpasar

Budaya Memetri Bumi, Wayangan dan Memotong kerbau di Desa Banjurpasar

Banjurpasar merupakan salah satu Desa diwilayah selatan Kota Kebumen,masuk klaster pesisir. Memiliki tetangga desa sebelah barat Banjurmukadan,Timur Gondanglegi,utara Indrosari dan selatan desa Brecong.

Banjurpasar berdasarkan sejarah memiliki empat pedukuhan dengan asal muasal dulu adalah pemerintahan desa,yaitu Dukuh Banjurpasar,Dukuh Jurtengah,Dukuh Sitiadi dan Dukuh Kliwonan.

Banjurpasar memiliki budaya atau adat istiadat yang cukup unik yaitu setiap bulan syuro (Muharam) selalu mengadakan pentas wayang dan nyembelih kerbau (untuk wilayah pedukuhan Jurutengah ,Sitiadi,dan dukuh Kliwonan) yang menurut cerita turun temurun ada kaitan dengan adanya blok sawah Bomati di Wilayah Pedukuhan Sitiadi. Sedangkan Dukuh Banjurpasar melakukan tradisi memotong kambing domba Tampol (memiliki corak warna coklat pada warna bulu tubuh ditengah warna putih yang dominan) dan kepala kambing tersebut dikubur di Pasar Desa Banjurpasar yang konon ceritanya terdapat pasar tiban.

Penyembelihan kerbau dilaksanakan dirumah Kepala Desa  1 (satu) hari sebelum pertunjukan wayang kulit semalam suntuk,sedangkan penyembelihan kambing domba tampol dirumah Kepala Dusun Banjurpasar untuk tirakatan di (Balekambang} dan siangnya wayangan. dan Pelaksanaan pertunjukan wayang kulit di Pasar Desa Banjurpasar Tersebut, dengan memperhitungkan weton kelahiran Kepala Desa yang menjabat.

Tradisi ini sudah turun temurun dari dahulu pendiri Desa Banjurpasar yaitu Mbah Demang Ketimenggala dari Mataram artinya sampai sekarang belum ada satu kepala desa yang menjabat di Desa Banjurpasar yang berani menghilangkan adat istiadat ini (wayangan dan nyembelih kerbau.

Sebelum penyembelihan kerbau dilaksanakan biasanya satu minggu sebelumya didakan gombyang luur (membersihkan makam/panembahan di masing masing pedukuhan yang ada di Banjurpasar.

 Acara biasanya didasarkan pada neptu (hari pasaran ) lahirnya Kepala desa dan setelah konsultasi dengan sang Dalang ,setelah adanya kesepakatan  kerbau disembelih 1 (satu) hari sebelum pertunjukan wayang dan dibagikan kepada warga pedukuhan Jurtengah,Sitiadai ,Kliwonan yang membeli, sedangkan warga pedukuhan Banjurpasar  memotong Kambing Tampol sehari sebelum pertunjukan wayang untuk kenduri.

 Pertunjukan wayang dirumah Kepala desa Banjurpasar di laksanakan dengan rangkaian malam sebelumnya tirakatan , siangnya wayangan di Balekambang dilanjutkan menjelang  magrib kenduri dan tenongan,  setelah Solat isa baru pertunjukan wayang semalam suntuk,di rumah Kepala Desa.

 Acara kenduri dan tenongan merupakan wujud rasa syukur atas segala nikmat yang maha kuasa, serta tenongan disitu tersaji seluruh hasil bumi dari polo pendem (ubi,singkong,ketela) polo gumatung (padi,kelapa,buah buahan) hasil rojo koyo (daging ayam,kerbau,sapi) dan sayur mayur serta hasil bumi lainya.

Untuk pertunjukan wayang dipanggil dalang yang sudah sepuh (pernah ngruwat) dan mengambil lakon lakon yang berhubungan dengan keadaan desa tersebut untuk menghilangkan energy negatif dan memohon lindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari mara bahaya yang melanda.

Alasan para pinisepuh Desa Banjurpasar harus memotong kerbau setiap tahun di bulan Syuro (Muharam) yang di namakan Memetri Bumi karena di desa Banjurpasar memiliki Sawah yang namanya “Bomati” yang berlokasi di wilayah Sawah Sitiadi dan sawah kliwonan yang merupakan persawahan sumber pangan dan lokasi cocok tanam serta  berkesinambungan erat dengan kehidupan desa.Artinya dalam roda ekosistem kehidupan tanah perdesaan juga membutuhkan tanah persawahan maka persawahan tidak serta merta dilupakan begitu saja setelah diolah ataupu dipanen .Karena sifat manusia selalu lupa setelah mendapatkan apa yang telah dia inginkan .

Konon katanya kenapa di Pasar Desa Banjurpasar memotong kambing Domba tampol dan wayangan siang hari di Balekambang karena supaya masyarakat tahubahwa menurut sejarah   Balekambang adalah bangunan “Tiban” artinya secara tiba tiba muncul bangunan dan Panembahan Balekambang (Penguasa Balekambang menghendaki kambing tampol untuk persembahan karena tanah kemakmuran yang ada di pedukuhan Banjurpasar digambarkan seperti halnya warna coklat yang ada di bulu kambing tersebut lebih sedikit dan dominan warna putih karena tanah milik masyarakat lebih banyak.

             

Bagikan :

Tambahkan Komentar Ke Twitter